Hugo Chavez lahir di Barinas, wilayah datar di Venezuela barat daya,
pada tanggal 28 Juli 1954. Ia merupakan anak ketiga dari tujuh anak
pasangan guru.
Di masa kanak-kanak, Chavez menjadi putra altar
yang sangat menyukai bisbol. Kesukaan pada olahraga itu bahkan dipakai
untuk meyakinkan rakyat bahwa Chavez baik-baik saja saat kondisi
kesehatan pimpinan mereka menurun drastis. Televisi pemerintah berulang
kali menayangkan permainan Chavez menangkap bola dengan menteri luar
negerinya.
Menginjak dewasa, Chavez masuk Akademi Militer
Venezuela, dan mencapai pangkat letnan pada tahun 1975. Ia bergabung
dengan kesatuan lintas udara dan pangkatnya naik hingga menjadi letnan
kolonel.
Langkah pertama politiknya terbuka saat Chavez mendirikan
Gerakan Revolusioner Bolivarian, atau MBR-200, pada tahun 1982. Satu
dekade kemudian, pada tanggal 4 Februari 1992, ia memimpin pemberontakan
militer yang gagal terhadap Presiden Carlos Andres Perez. Tahun itu
pula ia tampil pertama di depan publik lewat kamera televisi.
"Saudara-saudara sebangsa, sayang untuk saat ini tujuan kita tidak tercapai di ibu kota," katanya. "Kita di Caracas tidak berhasil merebut kekuasaan. Sekarang saatnya untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut. Sekarang adalah waktu untuk merenungkan situasi baru yang akan datang," ujarnya waktu itu.
Chavez mendekam dua tahun di penjara sebelum Presiden Rafael Caldera memberinya amnesti.
Keluar
dari penjara, Chavez membentuk sebuah partai politik baru, Gerakan
Republik Kelima, yang membawanya pada kemenangan pemilihan presiden pada
tahun 1998. Dalam kampanyenya yang berapi-api, ia menyalahkan
partai-partai tradisional yang terlibat korupsi dan memunculkan
kemiskinan.
Chavez menikah dan bercerai dua kali. Dia memiliki tiga anak dari istri pertamanya, Nancy Colmenarez, yakni Rosa Virginia, Maria Gabriela, dan Hugo Rafael.
Bertahun-tahun setelah bercerai
dari istri pertama, ia menikahi Marisabel Rodriguez, dan memiliki
seorang putri, Rosa Ines. Dia bercerai pada tahun 2003, dan Venezuela
tidak memiliki ibu negara sejak saat itu.
Setelah memangku
jabatan, Chavez memerintahkan menulis ulang konstitusi. Sebuah
referendum pada Juli 2000 menegaskan berlakunya konstitusi baru, yang
dicetak sebagai buku biru kecil oleh pemerintah dan digunakan Chavez
sebagai dasar selama pidato-pidatonya.
Pada tahun-tahun
berikutnya, Chavez yang karismatik kerap membanggakan lewat serangkaian
kemenangan elektoral yang membuatnya nyaris tak terkalahkan.
Ia memenangkan pemilihan ulang pada tahun 2000, lolos pada pemilihan recall tahun 2004, dan memenangkan lagi masa jabatan enam tahun pada tahun 2006.
Chavez
menjamin kemenangannya kembali pada bulan Oktober lalu, dan
menggambarkan kemenangannya sebagai "pertempuran yang sempurna, dan
benar-benar demokratis." Dia bahkan bersumpah untuk "menjadi presiden
yang lebih baik setiap hari."
Tidak selamanya karier politik
Chavez berjalan mulus. Pada bulan April 2002, terjadi kudeta singkat
melawan Chavez. Namun, pemerintah sementara tidak bisa mengonsolidasikan
kekuasaan, dan dalam waktu 48 jam, dengan bantuan militer, Chavez
kembali berkuasa.
Walau berumur pendek, kudeta itu memiliki efek mendalam pada Chavez, yang memilih menjadi lebih otoriter sesudahnya.
Human Rights Watch menulis pada 2010 bahwa kudeta itu dijadikan dalih oleh Chavez untuk kebijakan yang melemahkan hak asasi manusia. "Diskriminasi atas dasar politik telah menjadi ciri dari Presiden Chavez," tulis laporan itu.
"Kadang-kadang, Presiden sendiri secara terbuka mendukung tindakan diskriminasi. Ia juga mendorong bawahannya untuk terlibat dalam diskriminasi dengan mengecam para kritikus sebagai anti-demokrasi dan konspirator kudeta, terlepas apakah mereka terkait kudeta tahun 2002 atau tidak," kata laporan itu.
Hambatan lain
dihadapi Chavez setelah kudeta itu. Dari Desember 2002 sampai Februari
2003, terjadi pemogokan umum untuk menekan Presiden. Ekonomi terpukul,
tapi Chavez membubarkan aksi tersebut.
Berikutnya, pada tahun 2004, oposisi mengumpulkan cukup tanda tangan untuk mengadakan referendum untuk me-recall Chavez. Namun sekali lagi, Presiden selamat.
Kebencian
Chavez terhadap Amerika Serikat juga meningkat pada periode setelah
kudeta singkat itu karena ia yakin Washington berada di balik semua itu.
Dalam
salah satu penghinaan yang paling berkesan, Chavez menyebut Presiden AS
George Bush sebagai iblis di hadapan Majelis Umum PBB pada tahun 2006.
"Iblis datang ke sini kemarin. Bau belerangnya masih tercium hari ini,"
katanya.
Pada tahun 2007, Chavez kalah untuk kali pertama, dalam sebuah referendum mencari persetujuan reformasi konstitusional yang menyoroti kebijakan sosialisnya. Meskipun demikian, berkat Majelis Nasional yang berpihak kepadanya, Chavez mendapatkan beberapa tujuannya, termasuk bisa ikut pemilihan ulang secara tidak terbatas.
Pada tahun yang sama, Chavez membuat partai politik baru, Partai Sosialis Bersatu Venezuela, yang merupakan gabungan partainya dengan partai-partai kiri lainnya.
Lawan politiknya menuduh Chavez
sebagai otoriter, populis, dan bahkan diktator karena telah mendorong
reformasi konstitusi memungkinkan pemilihan ulang-tak terbatas.
Bersamaan
dengan itu, Chavez makin sering menggunakan undang-undang untuk menekan
lembaga penyiaran dan media yang anti kepadanya.
Di dunia internasional, Chavez juga dikenal lewat pernyataannya yang berani meski kadang-kadang aneh, bahkan lucu. Tahun lalu, misalnya, setelah beberapa pemimpin Amerika Latin didiagnosis menderita kanker, termasuk dirinya, ia menuduh Amerika Serikat berada di balik penyakitnya itu.
"Apakah
aneh jika (Amerika Serikat) mengembangkan teknologi untuk menginduksi
kanker, dan tak seorang pun mengetahuinya?" ujarnya.
Saat krisis kekurangan air melanda Venezuela tahun 2009, ia mendorong rakyat Venezuela agar mandi selama tiga menit saja.
Di
samping kebenciannya terhadap AS, Chavez adalah orang yang meyakini
bahwa "Konsensus Washington," model reformasi ekonomi dari Amerika
Serikat untuk negara-negara berkembang, sudah berakhir.
Bersama dengan Kuba, Ekuador, Bolivia, Nikaragua, dan beberapa negara Karibia, Chavez membentuk Aliansi Bolivarian untuk Rakyat Amerika Kita (ALBA). Kelompok itu dimaksudkan untuk menandingi pengaruh AS di wilayah tersebut.
Sebagai presiden, Chavez memiliki ambisi yang jelas
menjadi pemimpin regional dan internasional. Kini setelah ia meninggal,
orang bertanya-tanya akan seperti apa Amerika Latin kelak. Tanpa Chavez
dan segala sepak terjangnya, dunia pasti menjadi tempat yang berbeda. kompas.
Ditulis Oleh : Unknown ~ Blogger Kalianda
Sobat sedang membaca artikel tentang Dunia Akan Berbeda Tanpa Chavez . Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, dan jangan lupa untuk follow dan meninggalkan komentar sobat.
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya, jangan lupa tinggalkan komentar dan Follownya untuk perkembangan blog ini. No Approval No Captcha. Langsung Muncul. Happy Blogging ^_^